Knowledge and Experience. They just know how to keep me feel alive.....


Thursday, September 30, 2010

You,, Me,, Us!


"Our 2nd year,, and getting stronger.."
30.09.2010

Luv,
Gie

Friday, September 17, 2010

Tentang keberagaman dan saya

Saya seorang gadis muslim, berdarah Sulawesi (dari ayah) + Jawa (dari ibu), tumbuh besar di Jakarta dan belum pernah merasakan pulang kampung. Sewaktu kuliah saya belajar bahasa serta budaya Belanda, juga pernah mengikuti kelas bahasa Itali, Portugis dan Jepang. Dan saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan swasta, yang pimpinannya adalah seorang pria keturunan Pakistan, namun fasih berbahasa Indonesia. Saya punya seorang sahabat. Seorang wanita cantik, bertubuh gempal, beragama Katolik, keturunan China, namun kedua orang tuanya mengaku asli Cirebon. Sementara teman pria saya adalah seorang keturunan Belanda asli, tidak percaya Tuhan, atheist, sangat cinta negara Indonesia, dan saat ini masih duduk di bangku kuliah mempelajari Bahasa Indonesia.
  
Di sini saya hanya mau bilang, saya suka keberagaman dalam hidup saya. Mungkin hidup saya tidak terlalu beragam bila dibandingkan dengan orang lain yang memang keturunan Indo, misal: Cinta Laura Kiehl (berdarah Indonesia-Jerman) atau Mike Lewis (Kanada-Tionghoa, Malaysia). Tapi saya tetap cinta keberagaman yang saya temui selama ini, karena hal itu memberi warna tersendiri dalam hidup saya (sekecil apa pun pengaruhnya). Keberagaman mengajarkan saya bagaimana caranya bertoleransi terhadap satu sama lain, terhadap mereka yang berbeda dengan saya. Entah itu berbeda kebiasaan hidup, jalan pikiran, sampai berbeda dalam hal-hal krusial seperti agama dan ras/suku.

Sebenarnya saya tidak suka mengkotak-kotakkan manusia, karena pada dasarnya setiap manusia itu sama dan dalam diri mereka pastilah ada yang namanya kebaikan. Yang membedakan di antara mereka mungkin hanya penampilan fisiknya saja. Tapi untuk hal lain, bagi saya sama. Semua bisa dimaklumi dan ditoleransikan. Sayangnya, tidak semua manusia bisa menerima keberagaman dengan tangan terbuka. Mereka justru menjadikannya sebagai pemicu konflik. Merasa diri mereka yang paling benar dan menganggap yang berbeda itu musuh yang harus dijauhi, atau lebih ekstrim lagi: dimusnahkan.

Prihatin rasanya saat melihat/mendengar sesama manusia berkonflik hanya karena adanya perbedaan kecil di antara mereka, yang ujungnya bisa membawa pada perpecahan. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kefanatikan terhadap hal tertentu yang dipercayai benar oleh sekelompok orang, sementara orang lain yang tidak mengikuti/percaya terhadap hal yang sama mereka anggap salah. Mengutip ucapan Lukman Sardi yang berperan sebagai KH Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah, "Orang fanatik adalah orang yang bodoh". Ucapan yang sangat berani, tapi juga sangat benar. Terlalu fanatik bisa menjadikan seseorang berpikiran pendek, irasional dan bodoh. Orang fanatik cenderung menafsirkan sesuatu yang mengajarkan kebaikan menjadi salah arti dan mengubahnya menjadi bentuk kekerasan, untuk kemudian mencari pembenaran atas dasar yang salah.

Kalimat sederhana seperti "perbedaan itu indah", seharusnya selalu disimpan dalam memori masing-masing kita dan dicerna dengan baik. Bahkan Tuhan sekalipun menciptakan manusia dalam bentuk yang beragam, bukan untuk saling mencela keberagaman itu, tapi untuk saling belajar menghormatinya. Belajar menerima keberagaman yang ada dengan pikiran serta tangan terbuka, tidak dengan tangan mengepal.